KEBIJAKAN
MORATORIUM PENERIMAAN CPNS
Oleh Femylia
Pradini Ayu Mentari
Abstrak
Dalam suatu bidang hukum, moratorium (dari Latin, morari
yang berarti penundaan) adalah otorisasi legal untuk menunda pembayaran utang atau kewajiban
tertentu selama batas waktu yang ditentukan ( wikipedia indonesia ). Tahun ini pemerintah Indonesia sedang
menerapkan kebijakan moratorium penerimaan CPNS. Moratorium penerimaan CPNS
sendiri artinya adalah penundaan sementara penerimaan calon pegawai negeri
sipil. Masalah moratorium tersebut banyak menimbulkan pro dan kontra dikalangan
masyarakat Indonesia, karena sebagian besar masyrakat Indonesia banyak yang
bercita-cita menjadi PNS. Dampak kedepan yang ditimbulkan dari kebijakan
moratorium ini yaitu terjadinya gelombang pengangguran yang semakin besar.
Kebijakan moratorium CPNS ini dilatarbelakangi oleh membengkaknya
beban APBN untuk membiayai birokrasi di Republik ini. Pemerintah
Indonesia juga mempunyai tujuan
tersendiri mengapa moratorium CPNS ini perlu dilakukan. Tujuannya tidak lain adalah
untuk menata pegawai negeri sipil agar kuantitas maupun kualitasnya
proposional, melaksanakan reformasi birokrasi guna mengoptimalkan kinerja
aparatur dan efisiensi anggaran APBN, serta untuk melaksanakan arahan Presiden
pada retreet ketiga sidang kabinet tanggal 5-6 agustus 2010 di Bogor.
PENDAHULUAN
Tahun ini Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi akan melakukan moratorium CPNS. Moratorium CPNS adalah penghentian sementara penerimaan calon pegawai
negeri sipil. Ini adalah kabar buruk bagi yang bercita-cita menjadi PNS karena
pemerintah akan memperpanjang moratorium CPNS hingga 2013. Hal ini dilakukan
untuk membenahi ketidakmerataan pegawai di tingkat aparatur negara dari
tingkat daerah hingga pusat. Pegawai negeri sipil saat ini tercatat 4.598.100
orang, belum lagi ditambah pegawai honorer yang jumlahnya tidak sedikit di
setiap instansi. Jumlah tersebut terlalu gemuk sehingga sangat tidak efesien
dan tidak efektif.
Membludaknya jumlah PNS tersebut menjadi tanggugan besar APBD dan
APBN yang tak terlepas dari politik pencitraan masa lalu. Berdasarkan data yang
dikeluarkan Badan Kepegawaian Negara (BKN), pertumbuhan pegawai negeri terbesar
terjadi pada 2007 (9,18 persen) dan 2009 (10,80 persen). Periode 2009 adalah
yang terbesar sejak 2003. Pada periode tersebut, ada agenda nasional pemilu dan
pemilihan presiden. Politik membuka keran pegawai negeri seluas-luasnya tak
terlepas dari pencitraan dan upaya menarik simpati untuk peserta pemilu dan
pilpres. Sulit rasanya menyebut proyek pengangkatan calon PNS secara
besar-besaran pada 2009 tidak ada yang berkaitan dengan pemilu dan pilpres.
Penerimaan pegawai secara besar-besaran pada 2007 dan 2009 itu baru kita
rasakan dampaknya sekarang. Saat ini pemerintah harus menguras anggaran negara
dan daerah hanya untuk membayar gaji pegawai. Sementara di sisi lain,
efektivitas PNS dalam melayani publik tak jarang dikritik rakyat. Langkah
moratorium penerimaan calon PNS saat ini merupakan jalan ekstrem yang mau tidak
mau harus diambil pemerintah. Sebab, bila menerapkan pensiun dini, pemerintah
juga membutuhkan dana besar untuk pesangon. Penguasa harus mengambil hikmah
dari booming PNS saat ini. Kapan harus menambah PNS dan kapan tidak, serta PNS
dan birokrasi bukan merupakan alat politik.
Atas realita tersebut adapun hal yang melatarbelakangi diadakannya
kebijakan tentang moratorium CPNS adalah sebagai berikut :
1.
Konsekuensi ditetapkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diganti
dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membawa konsekuensi:
a.
Penyerahan pegawai dari Pemerintah Pusat kepada Daerah
b.
Pengangkatan Sekretaris Desa
c.
Pengangkatan Tenaga honorer
2.
Pemekaran wilayah/daerah
3.
Pembentukan satuan organisasi karena ditetapkan di dalam Undang-undang
Sektor
4.
290 Daerah Beban Belanja
Pegawainya diatas 50% dalam total APBD (data
2010)
5.
Ditengarai banyak pegawai yang tidak berkinerja dengan baik.
6.
Usulan dari Tim Independen Reformasi Birokrasi.
7.
Pendapat para pakar bahwa jumlah Pegawai Negeri Sipil terlalu banyak
Selain latar belakang tersebut, hal yang memicu dilaksanakannya kebijakan
moratorium CPNS adalah kondisi pegawai negeri saat ini yang antara lain :
1.
Distribusi PNS tidak
proporsional dengan tugas fungsi organisasi pemerintah baik antar satuan
organisasi dalam suatu instansi daerah maupun antara satu daerah dengan daerah
lain.
2.
Komposisi antara jabatan
teknis dengan tenaga administrative belum proporsional.
3.
Sebagian besar Daerah
Belanja Pegawainya dibanding Belanja Publik dalam APBD sudah di atas 30%.
4.
Missmatch antara kompetensi PNS dengan persyaratan yang dibutuhkan jabatan.
5.
Disparitas (kesenjangan)
antara kebutuhan PNS dengan ketersediaan tenaga kerja di lapangan.
6.
Kontribusi dan kinerja PNS
belum mencapai standar yang diharapkan (kinerja PNS masih rendah).
7.
Penegakan disiplin belum
berjalan sesuai dengan sistem, masih tergantung kepada komitmen pejabat.
8.
Penghasilan PNS belum
terwujud secara adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawabnya.
Atas
permasalahan yang datangnya dari bidang kepegawaian tersebut kebijakan moratorium PNS tentu akan segera dilaksanakan. Namun yang perlu
dipertanyakan apakah kebijakan ini dapat memberikan solusi bagi penyelamatan
APBN tahun 2012 hingga 2013?. Karena bagaimanapun dasar yang melatarbelakangi
dikeluarkannya kebijakan moratorium PNS adalah tidak lain karena birokrasi
menyedot belanja Negara sehingga anggaran untuk pembangunan infrastruktur dan
fasilitas umum yang menunjang kesejahteraan masyarakat tidak optimal, padahal
sebenarnya berbicara masalah kesejahteraan tidak dapat ditawar-tawar lagi
apalagi Indonesia ingin menjadi sebuah Negara kesejahteraan ( Walfare State ).
.
.
PEMBAHASAN
Kebijakan moratorium CPNS ini termasuk kedalam masalah Ilmu Administrasi
kepegawaian. Ilmu Administrasi Kepegawaian itu sendiri artinya adalah suatu
seni untuk memperoleh, mengembangkan dan memelihara tenaga kerja yang cakap
sedemikian rupa, sehingga fungsi-fungsi dan tujuan-tujuan organisasi dapat
dilaksanakan dengan efisiensi dan penghematan yang sebesar-besarnya. Suatu motto yang paling tepat untuk
Administrasi Kepegawaian adalah menempatkan
orang yang tepat pada posisi yang tepat atau dikenal dengan istilah “The Right Man on the Right Place”.
Tetapi adakalanya yang berlaku di suatu negara atau daerah adalah sebaliknya,
yang menduduki suatu jabatan bukanlah orang yang mampu. Karena itu yang paling
diperhatikan dalam kepegawaian adalah hal-hal sebagai berikut :
1.
Pengadaan pegawai
2.
Pengembangan pegawai
3.
Penilaian pegawai
4.
Pemensiunan pegawai
Tampaknya motto “The Right
Man on the Right Place” diatas sangat
tepat dalam masalah moratorium ini karena kebanyakan PNS sekarang banyak yang
bekerja tidak sesuai dengan bidang dan kemampuannya. Di sejumlah intansi, baik
di level pusat maupun daerah, sering kali satu pekerjaan ringan dikerjakan oleh
dua orang. Sebagai contoh, di beberapa bagian humas pemerintah daerah, pegawai
yang bertugas untuk mengkliping koran saja dua orang. Akibatnya, tak jarang
terlihat PNS hanya terlihat santai dan bercanda. Bahkan, budaya main catur
merupakan sebuah hal yang lumrah bagi PNS untuk membunuh waktu sepi sembari
menunggu jam istirahat atau pulang.
Dampak jumlah PNS yang melebihi kuota itu juga menggerogoti anggaran.
Sekitar 124 daerah menggunakan APBD lebih dari 50 persen untuk membayar gaji
pegawainya. Bahkan, ada 16 pemerintah daerah yang APBD-nya ’’tenggelam’’ lebih
dari 70 persen hanya untuk membayar para abdi negara itu.
Moratorium ini juga
memunculkan desakan maupun fakta-fakta yang ada bahwa banyaknya anggaran
tersebut hanya tersedot untuk belanja pegawai. Sehingga Kementrian PAN dan
Reformasi Birokrasi telah menindaklanjutinya dengan meminta seluruh pemerintah
daerah melakukan pemetaan kebutuhan PNS di lingkungan kerjanya masing-masing.
Tentu saja ini disambut dengan pro-kontra juga. Yang pro adalah mereka yang
tidak berorientasi pada menjadikan PNS sebagai penyangga hidup, yang kontra
tentu mereka yang mengidam-idamkan menjadi PNS.
Sebelumnya, memang permasalahan ini sudah kerap sekali
diperbincangkan dengan tujuan mencari solusi untuk memecahkan permasalahan
beban anggaran. Pemerintah sangat khawatir jika metode yang selama ini tetap
dipertahankan, maka akan beresiko tinggi bagi masa depan perekonomian. Banyak
alternatif solusi yang diwacanakan, mulai dari melakukan pensiun dini bagi PNS,
menggunakan metode penempatan PNS menjadi tenaga Outsourcing sampai wacana
untuk melakukan moratorium penerimaan PNS. Namun keputusan final adalah
melakukan pemberhentian sementara penerimaan PNS.
Adapun tujuan diadakannya moratorium
ini adalah sebagai berikut :
1.
Penataan organisasi dan penataan Pegawai
Negeri Sipil sehingga diperoleh besaran dan ukuran
organisasi yang tepat dan pegawai baik jumlah maupun kualitas yang proporsional
sesuai dengan kebutuhan riil.
2.
Merumuskan jumlah pegawai yang tepat serta melihat kembali struktur organisasi sesuai
dengan visi misi dan tugas pokok instansi melalui proses analisis jabatan dan
evaluasi jabatan.
3.
Pelaksanaan arahan Presiden pada retret III sidang
Kabinet yang diperluas dengan para Gubernur di Bogor 5-6 Agustus 2010, kepada Mendagri dan Men. PAN & RB serta unsur daerah untuk
merumuskan jumlah pegawai yang tepat untuk di daerah yang penting tugas dapat
dilaksanakan dengan baik sesuai kemampuan keuangan negara serta melihat kembali
PP 41 Tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah.
Dari permasalahan
moratorium CPNS ini, terbukti adanya sejumlah PR besar dibidang Kepegawaian
yang harus diselesaikan oleh Pemerintah, antara lain menghitung data
kepegawaian yang valid. Artinya menghitung berapa kebutuhan pegawai dari masing-masing Kementerian atau Lembaga dan Instansi Daerah seperti dari Gubernur, Bupati/Walikota. Data
kepegawaian di seluruh pemerintah daerah sangat penting agar diketahui persis
daerah mana yang kelebihan dan daerah mana yang masih membutuhkan pegawai. Dengan cara
perhitungan tersebut diharapkan akan diketahui jumlah kebutuhan PNS masing
masing daerah, dengan standar perhitungan yang sama untuk memudahkan perumusan
kebijakan dalam menyelesaikan salah satu permasalahan PNS dan masa mendatang
secara bertahap dan berkelanjutan guna mewujudkan jumlah PNS yang proporsional
pada tahun 2014 sesuai dengan target yang ditetapkan dalam Grand Design dan
Road Map Reformasi Birokrasi. Pemerintah saat ini tengah melaksanakan program Reformasi
Birokrasi dalam upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance). Reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun
aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas
umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Reformasi birokrasi berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor : 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi dan Peraturan MenPAN-RB Nomor 20 tahun 2011 tentang Road Map Reformasi
Birokrasi. Reformasi Birokrasi yang dilaksanakan
harus memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja. Semua
aspek pendayagunaan aparatur negara, baik kelembagaan, SDM Aparatur,
ketatalaksanaan, akuntabilitas dan pengawasan diarahkan kepada peningkatan
kualitas pelayanan publik. Untuk mewujudkan program reformasi birokrasi
tersebut dan dalam upaya mewujudkan organisasi pemerintahan yang memiliki
sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan organisasi, maka
diperlukan perencanaan sumber daya manusia yang akurat. Melalui perencanaan
yang rasional dan sistematis dengan metode analisis jabatan dan perhitungan
beban kerja diharapkan memperoleh jumlah dan kualitas pegawai yang secara riil
dibutuhkan oleh organisasi.
Perumusan
jumlah kebutuhan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan perhitungan beban kerja telah
diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah
Nomor 54 Tahun 2003 dan petunjuk pelaksanaannya serta Keputusan Menpan : Nomor
Kep : 75/M.PAN/7/2004, namun dalam kenyataanya belum banyak instansi yang
benar-benar melakukan perhitungan secara cermat dan akurat, hal ini kemungkinan
terjadi karena keterbatasan sumber daya manusia yang kompeten, kesulitan
memahami peraturannya maupun keterbatasan waktu dan anggaran. Oleh karena itu
dilakukan terobosan (sasaran antara) dengan Peraturan MenPAN-RB Nomor : 26
Tahun 2011, dapat digunakan sebagai alat untuk menghitung jumlah kebutuhan PNS
minimal dengan cara yang lebih cepat.
Saat moratorium,
Pemerintah Pusat juga harus meningkatkan kompetensi dan kapasitas para pegawai
negara sipil agar memenuhi kualitas dan kualifikasi standar kerja yang
diperlukan antara lain dengan memberikan pelatihan kepada PNS yang sudah ada di
daerah. Pertama dengan memperbaiki postur birokrasi PNS. Saat ini
yang terjadi adalah ketimpangan jumlah pegawai antarinstansi/daerah dan juga
ketimpangan formasi pegawai. Pemerintah harus mempertimbangkan melakukan mutasi
di lingkungan Kementerian Lembaga dan perangkat daerah yang memiliki jumlah
pegawai berlebih atau yang masih belum mencukupi. Kedua yaitu wacana
pensiun dini. Program ini rencananya akan dipelopori oleh Kementerian Keuangan
dengan menargetkan 1.000 pegawai yang berpotensi kena pensiun dini.
Program ini harus didesain dengan tepat jangan sampai menimbulkan moral
hazard di mana PNS yang produktif malah terdorong pensiun dini. Atau
sebaliknya, yang pensiun dini dianggap tidak mampu atau kalah lobi. Jika
pemerintah salah mendesain pensiun dini ini maka produktivitas PNS di
kementerian atau lembaga tidak akan membaik dan sebaliknya apabila program ini
berhasil maka akan menekan anggaran belanja pegawai. Ketiga,
mengimplementasikan Teknologi Informasi (TI) dilingkungan birokrasi. Padahal
penerapan TI efektif untuk menurunkan jumlah personel yang diperlukan disebuah
instansi. Hal ini telah berhasil diterapkan oleh Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara, sebuah instansi vertikal dibawah Ditjen Perbendaharaan
Kementerian Keuangan. Keempat, menuntaskan permasalahan pengangkatan
tenaga honorer. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak tenaga honorer yang telah
diangkat berdasarkan PP 48 tahun 2005, basic pekerjaannya kebanyakan berasal
dari tenaga honorer administrasi, petugas, keamanan, petugas kebersihan, supir,
dan sebagian besar diangkat berdasarkan kedekatan dengan pejabat setempat
merupakan hasil nepotisme. Kelima, apabila kebijakan ini berhasil secara
tidak langsung akan meningkatkan alokasi belanja modal di APBD. Peningkatan
belanja ini untuk pembenahan dan pembangunan sarana infrastruktur dasar di
daerah. Untuk itu, perlu dilakukan revisi UU No. 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang
mewajibkan agar Pemda mengalokasikan belanja modal mencapai 20 persen
APBD atau belanja pegawai tidak melebihi 50 persen. Dan yang terakhir,
menuntaskan kesenjangan tunjangan daerah antar daerah kaya dengan daerah
miskin. Caranya yaitu dengan mengatur besaran tunjangan pejabat daerah,
yang timpang antara satu daerah dengan daerah lain. Sebenarnya kebijakan
moratorium ini merupakan satu rangkaian dari Reformasi Birokrasi yang
dicanangkan oleh Presiden SBY dalam Pidato Kenegaraan 16 Agustus 2011, dengan
tujuan agar Kementerian Lembaga termasuk pemerintah daerah dapat melakukan
rightsizing atau restrukturisasi organisasi dalam rangka meningkatkan
produktivitas serta penyesuaian terhadap kualitas kerja di lingkungan instansi
masing-masing.
Untuk menjadikan
sebuah moratorium menjadi sempurna, tentu tidak gampang, perlu kajian mendasar.
Bagaimanapun moratorium harus memberikan keuntungan walau kadang harus dibayar
dengan resiko tinggi. Kebijakan moratorium yang akan diterapkan pemerintah
tidak akan bersifat kaku. Artinya pemberhentian sementara penerimaan PNS
disertai dengan pengecualian-pengecualian. Pengecualian ini akan tertuang
nantinya dalam SKB tiga menteri, Mendagri, Menpan dan Reformasi Birokrasi serta
Menteri Keuangan.
Pengecualian yang
dimaksud adalah bahwa kebijakan moratorium mengecualikan tenaga profesional
contohnya tenaga pendidik seperti guru dan dosen, tenaga medis seperti dokter,
akan tetap dilakukan perekrutan. Disamping itu juga untuk tenaga honorer
kebijakan moratorium tidak berlaku, sehingga apabila telah melaksanakan tahapan
seleksi yang diamanatkan peraturan maka tenaga honorer bisa diangkat menjadi
PNS. Dari pengecualian pada kebijakan moratorium ini, sangat disangsikan tujuan
dari kebijakan Moratorium sesungguhnya tidak
akan tercapai dan bisa saja hanya pesan kosong belaka.
Tentu setiap kebijakan dibuat sangat diharapkan dapat terlaksana
secara sempurna. Alasan-alasan selama ini bahwa pemerintah daerah selalu
menyampaikan bahwa daerahnya selalu kekurangan PNS yang memacu semangat untuk
berlomba-lomba mengusulkan penerimaan PNS akan tetap berjalan sebiasanya. Tentu
ruang penerimaan tenaga medis dan penerimaan tenaga pendidik menjadi alasan
belaka untuk tetap mendapatkan kepentingannya. Apalagi akhir-akhir ini,
pemerintah daerah maupun pemerintah pusat lebih banyak merekrut tenaga pendidik
dan tenaga medis ketimbang tenaga teknis. Hal inilah yang sangat janggal
nantinya.
Yang ditakutkan adalah dalam pelaksaanan moratorium pemerintah
daerah tidak akan tinggal diam. Banyak indikasi dalam pelaksanaan Pilkada,
perekrutan PNS menjadi bagian janji politik. Tentu jika ini terjadi maka yang
pasti disamping tetap berlomba-lomba untuk mengusulkan perekrutan PNS dari kalangan
medis atau pendidik dengan dalih masih tetap kekurangan, maka nantinya
pemerintah daerah akan melirik tenaga honorer dan berlomba untuk mengusulkannya
menjadi PNS padahal selama ini tenaga honorer dikesampingkan.
Maka dari itu semua tidak berharap kebijakan pemerintah untuk
memoratorium sementara PNS ini adalah bagian dari tujuan dan kepentingan
politik kalangan tertentu. Sangat diharapkan kebijakan ini murni adalah untuk
tujuan penyelamatan anggaran yang mengancam perekonomian dan kesejahteraan
rakyat. Sehingga walau bagaimanapun kebijakan moratorium harus dilakukan secara
selektif dengan terlebih dahulu diawali kajian yang mendasar, apalagi waktu
pembahasan moratorium begitu singkat dan jangka waktu moratorium hanya 16
bulan, sehingga kebijakan moratorium diharapkan tidak menjadi ajang coba-coba.
PENUTUP
KESIMPULAN :
Seperti yang kita ketahui, pada tahun 2011
yang lalu, Pemerintah sudah memutuskan penundaan sementara (moratorium)
tambahan formasi untuk penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil. Moratorium ini
berlaku sejak September 2011 hingga Desember 2012. Dan tujuan moratorium jelas
bukan sekadar menghentikan penerimaan pegawai. Yang lebih penting adalah,
selama penghentian penerimaan itu Pemerintah melakukan penghitungan ulang
seluruh kebutuhan pegawai negeri. Selain itu, juga akan ada evaluasi mengenai
struktur organisasi seluruh lembaga pemerintah di pusat maupun daerah.
Moratorium CPNS memang tidak menghentikan seluruh penerimaan. Ada pengecualian
untuk bidang-bidang tertentu. Pengecualian
yang dimaksud adalah bahwa kebijakan moratorium mengecualikan tenaga
profesional contohnya tenaga pendidik seperti guru dan dosen, tenaga medis
seperti dokter, akan tetap dilakukan perekrutan. Lembaga pemerintah di pusat dan daerah
juga masih dapat menerima pegawai untuk mengisi posisi atau jabatan khusus yang
kebutuhannya mendesak. Pemerintah juga mempunyai tujuan melakukan moratotium
tersebut yaitu sebagai berikut :
a.
Dalam rangka pelaksanaan Reformasi
Birokrasi guna mengoptimalkan kinerja aparatur dan efisiensi anggaran.
b.
Pelaksanaan penataan organisasi dan
penataan PNS
c.
Pelaksanaan arahan Presiden pada
retreet ke 3 Sidang Kabinet tanggal 5-6 agustus 2010 di Bogor.
Dari kebijakan moratorium tersebut pemerintah
harus menguras anggaran negara dan daerah hanya untuk membayar gaji pegawai.
Sementara di sisi lain, efektivitas PNS dalam melayani publik tak jarang
dikritik rakyat. Langkah moratorium penerimaan calon PNS saat ini merupakan
jalan ekstrem yang mau tidak mau harus diambil pemerintah. Sebab, bila menerapkan
pensiun dini, pemerintah juga membutuhkan dana besar untuk pesangon. Penguasa
harus mengambil hikmah dari booming PNS saat ini. Kapan harus menambah PNS dan
kapan tidak, serta PNS dan birokrasi bukan merupakan alat politik.
SARAN :
Kebijakan
diadakannya moratorium penerimaan CPNS di seluruh Indonesia merupakan sebuah
keputusan yang dinilai gegabah. Apakah dengan cara tersebut efektif untuk
menekan pengeluaran APBD maupun APBN. Sementara kebocoran disana-sini banyak
terjadi. Terlebih lagi akibat kebijakan moratorium tersebut banyak masyarakat
yang kecewa karena banyak yang beranggapan PNS itu tetap menjadi nomor satu.
Seharusnya pemerintah tidak perlu melakukan kebijakan moratorium ini karena
selain berdampak kepada masyarakat Indonesia, hal ini juga mengundang pro dan
kontra. Yang perlu diperbaiki adalah anggaran yang bocor disana-sini, karena
lebih dari Rp 6 triliun uang negara hilang karena ulah para pejabat-pejabat.
Tapi mengapa masyarakat yang harus terkena imbasnya. Hal ini merupakan bentuk ketidakadilan
pemerintah kepada rakyatnya.
Selain upaya tersebut, sistem penerimaan CPNS
untuk masa yang akan datang juga harus dipersiapkan secara matng-matang dan
dibenahi dimana letak kesalahan-kesalahannya. Apakah penerimaan CPNS tersebut
sesuai dengan kebutuhan atau sudahkah menerapkan solusi “the right man on the right place” , karena realita yang ada
sekarang banyak PNS yang tugasnya tidak sesuai dengan latar belakang
keilmuwannya. Itulah yang menjadi permasalahan bukan justru malah menghentikan
penerimaan CPNS. Dengan moratorium tersebut dapat dipastikan gelombang
pengangguran akan semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA
Kencana Syafiie, Inu. 2006. Ilmu Administrasi
Negara ( edisi revisi ). Jakarta : Rineka Cipta.
Yudhi Puruhito, Mochamad. 2011. Nominasi III
Lomba Artikel Pajak Nasional Direktorat Jenderal Pajak. Artikel, ( Online ), ( http://116.66.206.135/content/moratorium-cpns-dan-reformasi-birokrasi, diakses 2
Januari 2012 ).
Arifin, Nurul. 2011. Hati –hati dengan Moratorium CPNS.
Artikel, ( Online ), (http://www.nurularifin.com/read/berita/hati-hati-dengan-moratorium-cpns/,
diakses 3 Januari 2012 ).
Kominfobonbol. 2011. Moratorium CPNS Resmi 1 September
2011. Artikel, ( Online ), (http://www.bonebolangokab.go.id/news-79-moratorium-cpns-resmi-1-september-2011.html,
3 Januari 2012 ).
Radar Bangka. 2011. Moratorium CPNS Diperpanjang Hingga
2013. Artikel, ( Online ), (http://www.radarbangka.co.id,
diakses 3 Januari 2012 ).
Tri, Kurniawan. 2011. Moratorium CPNS untuk Atur Sistem
Kepegawaian. Artikel, ( Online ), (http://www.vhrmedia.com/2010/detail.php?.e=3716, diakses
3 Januari 2012 ).
Yanti Marbun, Erlita. 2011. Moratorium PNS Menjadi Solusi, Mampukah ?. Artikel, ( Online ), (http://www.analisadaily.com/news/read/2011/09/03/10914/moratorium_pns_menjadi_solusi_mampukah/#.TwKZLlZ5fc0,
diakses 3 Januari 2012 ).
Artikel nya menarik kk, ijin kopas sedikit masalah latar belakang dikeluarkannya moratorium CPNS ini.
BalasHapus