Kekecewaan masyarakat Papua semakin
menjadi terhadap lambannya kinerja pemerintahan yang cenderung menyederhanakan
persoalan Papua. Sikap ini terlihat dari cara menangani setiap aksi yang
dilancarkan oleh kelompok yang menginginkan wilayah itu lepas dari negara
Indonesia. Pemerintah selalu mengandalkan pendekatan keamanan, cara yang sudah
terbukti tak ampuh untuk meredam potensi disintegrasi.
Berbagai kekerasan yang terjadi di
Papua semakin membuat rakyat Papua sengsara. Langkah represif aparat
kepolisian, justru semakin membuat situasi mencekam. Sikap represif pula yang menonjol ketika
polisi dan tentara membubarkan peserta Kongres Rakyat Papua III beberapa waktu
lalu. Akibat kericuhan ini, sejumlah orang tewas dan terluka. Tragedi itu hanya
membuat sulit posisi pemerintah saja.
Cara kekerasan
hanya membuat situasi di Papua memanas. Aparat keamanan juga semakin dimusuhi di sana. Bahkan, beberapa
hari kemudian, seorang Kepala Kepolisian Sektor di Mulia, Papua, ditembak
hingga tewas oleh kelompok yang tak dikenal. Masih berkembangnya kelompok yang
menginginkan Papua merdeka tidak berarti pendekatan secara damai gagal sehingga
pemerintah harus kehilangan kesabaran. Seharusnya cara pandang pemerintah terhadap masyarakat Papua perlu diubah. Masyarakat Papua saat ini sering dipandang sebagai orang yang
memberontak, dan pendukung tindakan separatisme di Papua.
“Pandangan itu salah” Orang Papua harus dipandang sebagai
anak bangsa yang tidak puas terhadap kelakuan
pemerintah sekarang ini. Stigma ini yang harus diubah, agar orang Papua tidak
terus mengalami kekecewaan yang besar terhadap pemerintahan ini. Selain itu image pemerintah di masyarakat
Papua sudah buruk. Karena itu, masyarakat Papua selalu mempertimbangkan
kepentingan siapa yang diuntungkan jika ada program dari pemerintah. Image
sebagus apapun mereka akan menilai siapa yang diuntungkan masyarakat Jakarta
atau Papua.
Berlarut-larutnya kekerasan tidak hanya akan semakin menghilangkan kepercayaan
rakyat Papua kepada Indonesia, melainkan juga dapat meruntuhkan kepercayaan
bangsa dan dunia internasional terhadap sosok Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
sebagai orang yang selama ini dikenal demokratis dan menghormati HAM.
Pemerintah seharusnya tak
boleh menyederhanakan masalah Papua sebagai persoalan keamanan. Harus diakui, sebagian masyarakat di
sana tetap kecewa, bahkan cenderung kurang percaya, terhadap pemimpin di
Jakarta. Itulah pentingnya pendekatan secara dialog, dan bukan penyelesaian
lewat senjata. Mestinya pemerintah belajar dari masalah Aceh. Bertahun-tahun
pemerintah melakukan pendekatan keamanan, bahkan operasi militer di daerah itu,
tapi tak membuahkan hasil. Masalah di provinsi tersebut baru bisa diurai lewat
dialog, lalu diselesaikan dengan solusi kultural, keagamaan, dan ekonomi. Masalah Papua pun seharusnya tetap
diselesaikan dengan resep serupa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar