Selasa, 08 Mei 2012

Krisis Kepercayaan Masyarakat Papua

Kekecewaan masyarakat Papua semakin menjadi terhadap lambannya kinerja pemerintahan yang cenderung menyederhanakan persoalan Papua. Sikap ini terlihat dari cara menangani setiap aksi yang dilancarkan oleh kelompok yang menginginkan wilayah itu lepas dari negara Indonesia. Pemerintah selalu mengandalkan pendekatan keamanan, cara yang sudah terbukti tak ampuh untuk meredam potensi disintegrasi.
Berbagai kekerasan yang terjadi di Papua semakin membuat rakyat Papua sengsara. Langkah represif aparat kepolisian, justru semakin membuat situasi mencekam.  Sikap represif pula yang menonjol ketika polisi dan tentara membubarkan peserta Kongres Rakyat Papua III beberapa waktu lalu. Akibat kericuhan ini, sejumlah orang tewas dan terluka. Tragedi itu hanya membuat sulit posisi pemerintah saja.

Cara kekerasan hanya membuat situasi di Papua memanas. Aparat keamanan juga semakin dimusuhi di sana. Bahkan, beberapa hari kemudian, seorang Kepala Kepolisian Sektor di Mulia, Papua, ditembak hingga tewas oleh kelompok yang tak dikenal. Masih berkembangnya kelompok yang menginginkan Papua merdeka tidak berarti pendekatan secara damai gagal sehingga pemerintah harus kehilangan kesabaran. Seharusnya cara pandang pemerintah terhadap masyarakat Papua perlu diubah. Masyarakat Papua saat ini sering dipandang sebagai orang yang memberontak, dan pendukung tindakan separatisme di Papua. “Pandangan itu salah” Orang Papua harus dipandang sebagai anak bangsa yang tidak puas terhadap kelakuan pemerintah sekarang ini. Stigma ini yang harus diubah, agar orang Papua tidak terus mengalami kekecewaan yang besar terhadap pemerintahan ini. Selain itu image pemerintah di masyarakat Papua sudah buruk. Karena itu, masyarakat Papua selalu mempertimbangkan kepentingan siapa yang diuntungkan jika ada program dari pemerintah. Image sebagus apapun mereka akan menilai siapa yang diuntungkan masyarakat Jakarta atau Papua. 
Berlarut-larutnya kekerasan tidak  hanya akan semakin menghilangkan kepercayaan rakyat Papua kepada Indonesia, melainkan juga dapat meruntuhkan kepercayaan bangsa dan dunia internasional terhadap sosok Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai orang yang selama ini dikenal demokratis dan menghormati HAM.
Pemerintah seharusnya tak boleh menyederhanakan masalah Papua sebagai persoalan keamanan. Harus diakui, sebagian masyarakat di sana tetap kecewa, bahkan cenderung kurang percaya, terhadap pemimpin di Jakarta. Itulah pentingnya pendekatan secara dialog, dan bukan penyelesaian lewat senjata. Mestinya pemerintah belajar dari masalah Aceh. Bertahun-tahun pemerintah melakukan pendekatan keamanan, bahkan operasi militer di daerah itu, tapi tak membuahkan hasil. Masalah di provinsi tersebut baru bisa diurai lewat dialog, lalu diselesaikan dengan solusi kultural, keagamaan, dan ekonomi. Masalah Papua pun seharusnya tetap diselesaikan dengan resep serupa.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar