Selasa, 08 Mei 2012

KASUS KONFLIK ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA

Studi Kasus :
Di Dunia orang eropa adalah penguasa, etnis tionghoa berada di tengah, dan penduduk pribumi menduduki lapisan sosial terendah. Etnis tionghoa di Indonesia mengisi kelas menengah dan melaksanakan fungsi ekonomi penting. Memang ada, dan banyak, orang tionghoa miskin tetapi sebagai sebuah kelompok, etnis tionghoa yang umumnya berdiam di daerah perkotaan secara ekonomis lebih baik keadaannya daripada penduduk pribumi.  Banyak yang merasa bahwa etnis tionghoa adalah pendatang yang memiliki kebudayaan asing dan ingin mengintregaskan kebudayaan tersebut ke tengah masyarakat tempat mereka berada. Sebenarnya, aspek-aspek ekonomi dan budaya merupakan dua bidang utama dari apa yang disebut masalah Cina.

Seperti disebutkan terdahulu, etnis tionghoa di Indonesia secara ekonomis kuat, walaupun sedikit berlebihan untuk mengatakan bahwa mereka menguasai ekonomi Indonesia. Karena kemarahan para pengusaha pribumi dan kelas menengah yang sedang naik daun, seperti tercermin dalam kerusuhan anti-Cina pada akhir tahun 1970-an, pemerintah kembali memberlakukan pemribumian dalam bidang ekonomi.  Hal ini merupakan sesuatu yang logis untuk mengatakan bahwa masalah etnis tionghoa di Indonesia karena kompleksitasnya dan prasangka kuat terhadap kelompok-kelompok minoritas. Berbagai kebijakan yang bertentangan dan kondisi sosial politik menyebabkan etnis tionghoa menjadi lebih sadar akan identitas mereka.
Teori Talcot Parson :
            Asumsi dasar dari pendekatan ini, masyarakat terintegrasi atas dasar kata sepakat para anggotanya terhadap nilai dasar kemasyarakatan yang menjadi panutannya. Jadi berdasarkan pandangan ini, masyarakat terjadi karena kerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Dimana kesepakatan masyarakat tersebut menjadi general agreements yang memiliki kemampuan mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan dari para anggotanya. Masyarakat sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi kedalam suatu bentuk ekuilibrium (seimbang). Inti dari pendekatan ini harus ada tanggung jawab sosial.

Anggapan dasar teori struktural fungsionalis yaitu perubahan-perubahan dalam sistem sosial bersifat gradual dan melalui penyesuaian, serta tidak bersifat revolusioner. Perubahan terjadi melalui tiga macam kemungkinan, antara lain  :
1.    Penyesuaian sistem sosial terhadap perubahan dari luar (extra systemic change).
2.    Pertumbuhan melalui proses diferensiasi struktural dan fungsionalis.
3.    Penemuan baru oleh anggota masyarakat.
Kenyataan yang diabaikan dalam pendekatan struktural fungsionalis :
1.    Setiap struktur sosial mengandung konflik dan kontradiksi yang bersifat internal dan menjadi penyebab perubahan.
2.    Reaksi suatu sistem sosial terhadap perubahan yang datang dari luar (extra systemic change) tidak selalu bersifat adjustive/tampak.
3.    Suatu sistem sosial dalam waktu yang panjang dapat mengalami konflik sosial yang bersifat visious circle.
4.    Perubahan sosial tidak selalu terjadi secara gradual melalui penyesuaian, tapi juga terjadi secara revolusioner.

Analisis Kasus :

Berdasarkan teori struktural fungsionalis, di tekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya, jika tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Maka dari sini kita dapat melihat bahwa budaya Indonesia merupakan suatu himpunan dari berbagai etnis yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan kekhasannya sendiri-sendiri. Jika memang budaya Indonesia disepakati sebagai himpunan budaya, maka semestinya budaya keturunan Tionghoa merupakan suatu bagian dari budaya Indonesia. Asimilasi yang terjadi, seharusnya dibiarkan secara alami, tanpa perlu adanya kebijakan tersendiri, yang dimasukkan dalam kebijakan negara. Karena proses asimilasi yang dipaksakan, malah menimbulkan perlakuan yang diskriminatif.

Adalah kenyataan sejarah bahwa etnis Tionghoa merupakan bagian integral bangsa kita, bagian yang tidak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia. Oleh karenanya seluruh bangsa Indonesia tanpa terkecuali dengan lapang dada harus menerima keberadaan etnis Tionghoa secara utuh, apa adanya. Demikian juga sebaliknya. Adalah tugas dan kewajiban seluruh etnis Tionghoa di Indonesia untuk membangun bangsa dan negara yang adil dan makmur, demokratis, bersih dari KKN, menjunjung tinggi penegakan hukum dan HAM. Sebaliknya seluruh jajaran pemerintahan baik pihak eksekutif, legislatif dan yudikatif harus memperlakukan etnis Tionghoa sama dengan lainnya. Seluruh peraturan mulai dari UUD, hingga keputusan Gubernur dan sebagainya harus bersih dari hal-hal yang berbau diskriminasi.

Simpulan :

Dalam kasus etnis keturunan Cina dan pribumi, faktor renggangnya jarak sosial dan hubungan antar kedua etnis adalah disebabkan oleh masih kuatnya in group feeling penduduk etnis keturunan Tionghoa terhadap kulturnya; anggapan kultur etnis keturunan Tionghoa lebih tinggi dari komuniti pribumi; prasangka stereotipe negatif terhadap penduduk pribumi yang pemalas, bodoh, tidak bisa menggunakan kesempatan baik; steorotipe penduduk etnis pribumi terhadap etnis keturunan Tionghoa disebut sebagai golongan yang maunya untung sendiri tanpa melihat halal atau haram; diskriminasi pribumi terhadap etnis keturunan Cina dalam kesempatan menduduki jajaran aparat desa/pemerintahan; nilai-nilai dan kekuatan konflik yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan agama dan kesenjangan ekonomi di antara kedua etnis.

Berdasarkan pendekatan struktural fungsionalis, etnis Tionghoa merupakan bagian integral bangsa kita, bagian yang tidak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia. Oleh karenanya seluruh bangsa Indonesia tanpa terkecuali dengan lapang dada harus menerima keberadaan etnis Tionghoa secara utuh apa adanya dan demikian juga sebaliknya. Selain itu sepatutnya seluruh jajaran pemerintahan baik pihak eksekutif, legislatif dan yudikatif harus memperlakukan etnis Tionghoa sama dengan lainnya. Seluruh peraturan mulai dari UUD, hingga keputusan Gubernur dan sebagainya harus bersih dari hal-hal yang berbau diskriminasi. Peran etnis Tionghoa sebagai bagian integral bangsa Indonesia juga selayaknya harus bersama-sama komponen bangsa lainnya membangun bangsa dan negara sesuai dengan apa yang kita cita-citakan





Tidak ada komentar:

Posting Komentar