Rabu, 09 Mei 2012

Pembangunan Gedung DPR



Tak ada yang salah kecuali tidak etis dengan dilanjutkannya rencana pembangunan gedung baru DPR. Sempat tertunda, akhirnya semua fraksi setuju.
Namun, selain tidak etis, keputusan itu ironis dan absurd. Gedung dibangun di tengah jeritan kemiskinan rakyat, di tengah dambaan rakyat terbebas dari merosotnya kinerja tiga lembaga demokratis, termasuk rendahnya balutan dugaan korupsi di lembaga DPR. Melanjutkan rencana pembangunan gedung baru 36 lantai ibarat menutup empati dan simpati dengan kondisi rakyat, menafikan kritik perilaku tak terpuji, seperti pelesiran dengan nama studi banding, malas menghadiri sidang, rendahnya produk legislasi, atau keukeuh-nya memperjuangkan peningkatan fasilitas pribadi.
Pernyataan bahwa sudah dianggarkan, perlu kelengkapan sarana dan keamanan kerja dalam ranah kondisi saat ini menegaskan asumsi absurd dan ironi kinerja DPR. Mereka bergeming atas biaya Rp 1,6 triliun itu senilai jaminan kesehatan masyarakat bagi 22 juta penduduk miskin. Satu anggota beserta staf ahli menempati ruang kerja seluas 120 meter persegi dianggap sudah seharusnya.
Keberatan bukannya belum pernah disampaikan. Departemen Teknis Kementerian Pekerjaan Umum bahkan menyatakan hasil pemeriksaan visual dan detail atas gedung lama, Nusantara I, belum mengkhawatirkan.

Selasa, 08 Mei 2012

Krisis Kepercayaan Masyarakat Papua

Kekecewaan masyarakat Papua semakin menjadi terhadap lambannya kinerja pemerintahan yang cenderung menyederhanakan persoalan Papua. Sikap ini terlihat dari cara menangani setiap aksi yang dilancarkan oleh kelompok yang menginginkan wilayah itu lepas dari negara Indonesia. Pemerintah selalu mengandalkan pendekatan keamanan, cara yang sudah terbukti tak ampuh untuk meredam potensi disintegrasi.
Berbagai kekerasan yang terjadi di Papua semakin membuat rakyat Papua sengsara. Langkah represif aparat kepolisian, justru semakin membuat situasi mencekam.  Sikap represif pula yang menonjol ketika polisi dan tentara membubarkan peserta Kongres Rakyat Papua III beberapa waktu lalu. Akibat kericuhan ini, sejumlah orang tewas dan terluka. Tragedi itu hanya membuat sulit posisi pemerintah saja.

ARTIKEL NON PENELITIAN

KEBIJAKAN  MORATORIUM  PENERIMAAN  CPNS
Oleh Femylia Pradini Ayu Mentari
Abstrak

     Dalam suatu bidang hukum, moratorium (dari Latin, morari yang berarti penundaan) adalah otorisasi legal untuk menunda pembayaran utang atau kewajiban tertentu selama batas waktu yang ditentukan ( wikipedia indonesia ).  Tahun ini pemerintah Indonesia sedang menerapkan kebijakan moratorium penerimaan CPNS. Moratorium penerimaan CPNS sendiri artinya adalah penundaan sementara penerimaan calon pegawai negeri sipil. Masalah moratorium tersebut banyak menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat Indonesia, karena sebagian besar masyrakat Indonesia banyak yang bercita-cita menjadi PNS. Dampak kedepan yang ditimbulkan dari kebijakan moratorium ini yaitu terjadinya gelombang pengangguran yang semakin besar.
Kebijakan moratorium CPNS ini dilatarbelakangi oleh  membengkaknya beban APBN untuk membiayai birokrasi di Republik ini. Pemerintah Indonesia juga  mempunyai tujuan tersendiri mengapa moratorium CPNS ini perlu dilakukan. Tujuannya tidak lain adalah untuk menata pegawai negeri sipil agar kuantitas maupun kualitasnya proposional, melaksanakan reformasi birokrasi guna mengoptimalkan kinerja aparatur dan efisiensi anggaran APBN, serta untuk melaksanakan arahan Presiden pada retreet ketiga sidang kabinet tanggal 5-6 agustus 2010 di Bogor.
Kata Kunci : moratorium, pemerintah, kebijakan dan PNS

PENGARUH GLOBALISASI DENGAN GLOBAL SYSTEM DAN CORPORATE SOCIAL RESPONBILITY


Arus globalisasi seakan – akan telah mengenggam dunia dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan jaman saat ini. Globalisasi juga membawa hawa yang memunculkan suatu sifat serba cepat dan instan, sehingga tanpa tidak disadari kita yang hidup di abad 21 ini telah terjun didalamnya. Masyarakat yang ada di seluruh dunia pun menjadi saling tergantung pada semua aspek kehidupan, baik secara budaya, ekonomi, ideologi, agama maupun politik. Globalisasi sendiri dapat diartikan sebagai proses yang menghasilkan dunia tunggal. Artinya, masyarakat di seluruh dunia menjadi saling tergantung pada semua aspek kehidupan, sehingga mengakibatkan adanya saling ketergantungan yang benar – benar telah mengglobal.
Globalisasi memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa serta antar manusia di seluruh dunia melalui perdangangan, investasi , perjalanan, dan bentuk – bentuk interaksi yang lain sehingga batas – batas suatu negara menjadi semakin sempit. Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara – negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Era globalisasi yang ditandai dengan membanjirnya arus tekhnologi informasi ini menjadikan kehidupan sebagian besar masyarakat mengarah kepada hal yang bersifat materialis – liberalis dan berujung pada gaya hidup hedonis berbasis peradaban Barat. Hal tersebut dapat berimbas pada kehidupan pribadi yang terkoyak – koyak dan tatanan sosial yang hancur berkeping – keping.

KASUS KONFLIK ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA

Studi Kasus :
Di Dunia orang eropa adalah penguasa, etnis tionghoa berada di tengah, dan penduduk pribumi menduduki lapisan sosial terendah. Etnis tionghoa di Indonesia mengisi kelas menengah dan melaksanakan fungsi ekonomi penting. Memang ada, dan banyak, orang tionghoa miskin tetapi sebagai sebuah kelompok, etnis tionghoa yang umumnya berdiam di daerah perkotaan secara ekonomis lebih baik keadaannya daripada penduduk pribumi.  Banyak yang merasa bahwa etnis tionghoa adalah pendatang yang memiliki kebudayaan asing dan ingin mengintregaskan kebudayaan tersebut ke tengah masyarakat tempat mereka berada. Sebenarnya, aspek-aspek ekonomi dan budaya merupakan dua bidang utama dari apa yang disebut masalah Cina.

Seperti disebutkan terdahulu, etnis tionghoa di Indonesia secara ekonomis kuat, walaupun sedikit berlebihan untuk mengatakan bahwa mereka menguasai ekonomi Indonesia. Karena kemarahan para pengusaha pribumi dan kelas menengah yang sedang naik daun, seperti tercermin dalam kerusuhan anti-Cina pada akhir tahun 1970-an, pemerintah kembali memberlakukan pemribumian dalam bidang ekonomi.  Hal ini merupakan sesuatu yang logis untuk mengatakan bahwa masalah etnis tionghoa di Indonesia karena kompleksitasnya dan prasangka kuat terhadap kelompok-kelompok minoritas. Berbagai kebijakan yang bertentangan dan kondisi sosial politik menyebabkan etnis tionghoa menjadi lebih sadar akan identitas mereka.